Timika, HaluanPapua – Dugaan praktik monopoli proyek kembali menyeruak di tubuh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Mimika. Seorang pegawai berstatus honorer diduga mengatur dan menguasai delapan paket pekerjaan secara bersamaan dalam tahun anggaran 2025 dengan total nilai fantastis, mencapai Rp4,5 miliar.
Yang mengejutkan, seluruh paket tersebut diperoleh melalui mekanisme penunjukan langsung dan metode pengadaan yang seharusnya dibatasi dan digunakan dalam kondisi tertentu. Proyek-proyek itu pun diduga dikerjakan secara bersamaan oleh perusahaan yang disebut CV Mokho Jaya, yang dalam dokumen perusahaan tercatat menempatkan istri atau sang pegawai diduga sebagai Wakil Direktur.
Pegawai honorer tersebut juga diketahui berperan aktif sebagai operator Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disperkimtan Mimika. Meskipun secara aturan tidak memiliki kewenangan formal dalam pengambilan keputusan, perannya sebagai operator dinilai sangat strategis karena mengakses dan menyusun dokumen-dokumen penting pengadaan.
“Dia honorer, tapi kok bisa sebagai operator PPK. Pantasan 8 paket pekerjaan secara bersamaan di tahun anggaran 2025 masuk ke CV Mokho Jaya, dan kami curiga pasti operator itu sudah atur semua,” ungkap salah satu narasumber yang enggan disebut namanya.
Pola Penguasaan Proyek Diduga Sistematis
Hasil penelusuran menemukan bahwa kedelapan paket proyek yang dijalankan oleh CV Mokho Jaya melalui mekanisme penunjukan langsung, waktu pengerjaan bersamaan, serta berada dalam lingkup Disperkimtan Mimika.
Nilai masing-masing paket bervariasi dari total 8 paket yang dikerjakan, dengan jumlah yang masih di bawah ambang batas penunjukan langsung. Namun, jika dijumlahkan secara total, nilainya mencapai sekitar Rp4,5 miliar, angka yang sangat signifikan.
“Satu perusahaan mengerjakan delapan paket sekaligus, ini jelas tidak masuk akal dari sisi kapasitas pelaksana dan melanggar prinsip pemerataan pelaku usaha,” ujar seorang aktivis.
Konflik Kepentingan dan Penyalahgunaan Wewenang
Keterlibatan istri pegawai yang diduga sebagai Wakil Direktur CV Mokho Jaya membuka ruang indikasi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Meski tidak secara langsung tercatat sebagai pemilik, hubungan keluarga dengan operator PPK menjadi celah rawan bagi pengaturan proyek secara tertutup.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pejabat yang terlibat dalam proses pengadaan wajib menghindari segala bentuk konflik kepentingan. Namun dalam kasus ini, dugaan pelanggaran justru melibatkan pegawai non ASN yang tidak memiliki legitimasi jabatan formal namun memegang peran strategis.
Desakan Audit dan Tindakan Tegas
Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas dari publik dan penggiat transparansi. Sejumlah pihak mulai mendorong agar Inspektorat Kabupaten Mimika dan aparat penegak hukum segera melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan proyek-proyek yang dijalankan di Disperkimtan Mimika.
“Kami tidak ingin APBD dijadikan alat hidangan melalui jaringan keluarga yang bersembunyi di balik status honorer dan celah administrasi,” ujar seorang aktivis.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak PPK Disperkimtan Kabupaten Mimika belum memberikan klarifikasi resmi. Upaya konfirmasi masih belum mendapat respons. (*)