Timika, HaluanPapua – Fraksi Partai Demokrat DPRK Mimika menyoroti belum tuntasnya penyelesaian konflik ketenagakerjaan yang terjadi pasca aksi mogok kerja massal karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) pada tahun 2017.
Dalam pandangan akhir terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Mimika Tahun Anggaran 2024, Jumat (05/07), Fraksi Demokrat menegaskan bahwa ribuan mantan pekerja masih belum memperoleh kejelasan hukum dan perlindungan sosial hingga saat ini.
“Ada lebih dari 8.300 pekerja yang terdampak mogok kerja besar-besaran, namun penyelesaiannya seperti dibiarkan menggantung tanpa solusi nyata,” kata Dessy Putrika, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRK Mimika
Aksi mogok yang kala itu melibatkan pekerja dan kontraktor di bawah PT Freeport Indonesia menjadi salah satu peristiwa ketenagakerjaan terbesar di Papua. Namun tujuh tahun berselang, para pekerja yang diberhentikan masih belum mendapat keadilan baik dalam bentuk kompensasi, jaminan sosial, maupun reintegrasi kerja.
Fraksi Demokrat menilai, lambannya penanganan persoalan ini menunjukkan lemahnya kehadiran negara dan pemerintah daerah dalam menjamin hak-hak pekerja, serta memperkuat rasa keadilan sosial di daerah penghasil tambang emas terbesar di dunia ini.
Menyikapi hal tersebut, Fraksi Demokrat mendorong Pemerintah Kabupaten Mimika untuk mengambil peran lebih aktif sebagai fasilitator mediasi tripartit antara pekerja, perusahaan, dan pemerintah pusat.
“Kami mendesak agar ruang dialog segera dibuka kembali, dan pemerintah daerah tidak lagi bersikap pasif. Ini bukan sekadar soal ketenagakerjaan, tetapi menyangkut nasib ribuan keluarga Mimika yang hingga kini kehilangan mata pencaharian,” ujar Dessy.
Selain itu, Fraksi Demokrat juga mengusulkan agar pemerintah daerah mengaktifkan kembali bursa kerja daerah (job fair) secara berkala, guna memperluas akses kerja bagi pencari kerja lokal, termasuk mereka yang terdampak pemutusan hubungan kerja sejak mogok 2017.
“Harus ada afirmasi nyata bagi tenaga kerja lokal, khususnya yang memiliki KTP Mimika. Investasi besar-besaran di daerah ini tidak boleh hanya menjadi keuntungan bagi luar, sementara masyarakat asli terus terpinggirkan,” tegas Dessy.
Mengakhiri pandangannya, Fraksi Demokrat menegaskan bahwa penyelesaian mogok kerja 2017 bukan semata urusan masa lalu, melainkan kewajiban moral yang masih harus dijawab oleh negara dan pemerintah daerah.
“Ribuan pekerja itu adalah warga Mimika, yang pernah memberikan tenaga dan waktunya untuk pembangunan. Mereka bukan angka statistik, mereka adalah kepala keluarga, orang tua, dan tulang punggung ekonomi rumah tangga yang kini terabaikan. Jangan biarkan mereka terus menjadi korban ketidakpedulian sistem,” tutup Dessy. (*)