Timika, HaluanPapua — Aroma busuk dugaan kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang menyeruak dari tubuh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Mimika. Investigasi yang dilakukan mengungkap praktik monopoli proyek oleh segelintir orang, bahkan satu keluarga yang berpotensi merugikan daerah dan merusak integritas birokrasi.
Honorer Sebagai Operator PPK
Diduga oknum berinisial NVS, yang masih berstatus tenaga honorer, justru mengendalikan posisi strategis sebagai operator Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Jabatan ini seharusnya dipegang oleh ASN dengan legitimasi formal, namun faktanya digunakan NVS sebagai pintu masuk untuk mengatur arus proyek dan pengadaan.
Bisnis Pribadi Menunggangi Jabatan
NVS memiliki percetakan yang baru beroperasi beberapa bulan terakhir di depan Kantor BPN Mimika, serta perusahaan konstruksi yang menggarap proyek pemerintah. Informasi yang dihimpun menunjukkan, seluruh dokumen kontrak dan RAB di Disperkimtan “wajib” difotokopi dan dijilid di percetakan miliknya. Ini adalah bentuk pemaksaan yang secara etika terlarang dan secara hukum berpotensi dikategorikan sebagai abuse of power demi keuntungan pribadi.
Salah kontraktor yang enggan disebut namanya mengaku mengalami tekanan halus dari NVS, jika tak menggunakan perusahaan atau jasa yang ia kendalikan, urusan mereka akan dipersulit. Pola seperti ini jelas mengarah pada intimidasi dan ancaman terhadap iklim persaingan sehat di sektor pengadaan.
Jaringan Keluarga Kendalikan Proyek
Tak berhenti di situ, jejak keterlibatan keluarga semakin mempertebal dugaan monopoli. ASK, ibu kandung NVS, menjabat sebagai Kasubag Keuangan di Disperkimtan. Data menunjukkan:
- Diduga ASK menggarap 3 paket proyek menggunakan 2 perusahaan anaknya dan perusahaan lainnya.
- NVS langsung mengerjakan 8 paket melalui perusahaan miliknya.
- NVS juga memborong 4 paket lagi lewat perusahaan pinjaman yang menjadi kedok.
Dugaan kuat total 15 paket pekerjaan dikendalikan oleh satu keluarga. Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran etika, ini adalah bentuk nyata konflik kepentingan yang mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan proyek publik.
Pelanggaran Hukum yang Tidak Bisa Diabaikan
Larangan honorer maupun ASN terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jelas diatur dalam sejumlah regulasi, termasuk:
- UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 huruf e.
- Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 3.
- UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pelanggaran terhadap aturan ini berpotensi menjerat pelaku dengan sanksi pidana, termasuk ancaman penjara.
Menanti Langkah Penegak Hukum
Praktik seperti ini bukan hanya merusak moral birokrasi, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Aparat penegak hukum, mulai dari Inspektorat hingga Kejaksaan dan Kepolisian, dituntut untuk segera bergerak melakukan pemeriksaan mendalam, memanggil pihak-pihak terkait, dan menindak tegas jika terbukti bersalah.
Skandal ini bisa menjadi batu ujian, apakah hukum benar-benar tegak di Mimika, atau justru tunduk pada kuasa jaringan keluarga di balik meja dinas. (*)