Timika, HaluanPapua – Politisi Partai Gerindra yang juga mantan Anggota DPRD Mimika periode 2014–2019, Sony Kaparang, menyoroti tajam arah kebijakan pembangunan infrastruktur Pemerintah Kabupaten Mimika tahun 2026.
Dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (18/10), Sony menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika, khususnya Dinas PUPR dan Bappeda, keliru dalam menentukan skala prioritas pembangunan daerah.
Sony mengkritik rencana kerja (Renja) Dinas PUPR Mimika tahun 2026 yang kembali memfokuskan anggaran pada tiga ruas jalan besar SP2–SP5, Mile 32–Mayon–SP12, serta Mile 32–Gorong-Gorong, yang sebelumnya telah masuk dalam program multiyears sejak Agustus 2022 hingga Agustus 2024 dengan total anggaran mencapai Rp1 triliun.
“Kalau pemerintah tetap melanjutkan proyek jalan triliunan sementara air bersih belum tuntas, publik wajar mempertanyakan ada apa di balik program multiyears ini,” tegas Sony Kaparang.
Menurutnya, dari sisi urgensi dan kebutuhan publik, penyediaan air bersih (Air PAM) jauh lebih mendesak ketimbang pembangunan jalan baru. Sony mengingatkan bahwa proyek air bersih Mimika sudah dimulai sejak 2013, di era Pj. Bupati Abdul Muis, melalui skema kerja sama antara Pemkab Mimika dan PT Freeport Indonesia.
Dalam skema tersebut, Pemkab Mimika bertanggung jawab membangun jaringan pipa dan instalasi ke rumah-rumah, sementara Freeport membangun sumber air dan bak penampungan utama di Mile 32 belakang Sukofindo, yang telah rampung sejak 2016. Pembangunan pipa induk dari Kuala Kencana ke Kota Timika juga sudah selesai pada tahun 2017, dan kini tinggal penyambungan instalasi ke rumah-rumah warga.
“Total kebutuhan anggaran program ini dari awal hingga tuntas sekitar Rp360 miliar. Sekarang tinggal sekitar 25% lagi yang harus diselesaikan,” ungkap Sony.
Sony menegaskan, jika proyek air bersih tidak tuntas pada 2026, maka hal itu menjadi cermin kegagalan kebijakan publik di era kepemimpinan Bupati Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emmanuel Kemong.
“Rakyat Mimika sudah menunggu 13 tahun untuk menikmati air bersih. Pemerintah seharusnya menuntaskan dulu yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Jalan bisa menyusul, tapi air adalah kehidupan,” ujarnya.
Lebih jauh, Sony menilai kebijakan pembangunan jalan secara multiyears yang kembali dianggarkan justru berpotensi menimbulkan kecurigaan publik soal motif di balik pengulangan proyek-proyek besar.
Ia mendesak agar tahun 2026 menjadi tahun penyelesaian air bersih, bukan sekadar tahun pencitraan proyek fisik.
“Kalau pemerintah ingin membangun kepercayaan publik, maka buktikan dengan menyelesaikan program air PAM. Itu baru kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, bukan pada proyek,” tutupnya. (*)